Jumat, 10 Mei 2013

Alat-alat Sifat & Cara Beristinja

Alat-alat Sifat & Cara Beristinja

Istinja` hendaklah dilakukan dengan menggunakan air, batu, atau yang semacamnya, yaitu benda-benda yang keras, suci, dan mampu menghilangkan kotoran, dan juga barang tersebut bukanlah

ALAT-ALAT SIFAT; DAN CARA BER-ISTINJA

Istinja` hendaklah dilakukan dengan menggunakan air, batu, atau yang semacamnya, yaitu benda-benda yang keras, suci, dan mampu menghilangkan kotoran, dan juga barang tersebut bukanlah barang yang berharga (terhormat] menurut syara*. Di antara alat yang bisa dugunakan untuk beristinja` adalah kertas, potongan kain, kayu, dan kulit kayu. Dengan menggunakan alat-alat ini, maka tujuan istinja` akan tercapai sama seperti ketika menggunakan batu.


Cara yang paling baik adalah dengan menggunakan bahan yang keras dan juga air sekaligus. Yaitu, dengan mendahulukan menggunakan kertas dan yang semacamnya, kemudian diikuti dengan menggunakan air, karena benda najis itu akan hilang dengan kertas ataupun batu, dan bekasnya akan hilang dengan menggunakan air.

Menggunakan air saja adalah lebih baik daripada menggunakan batu saja atau yang seumpamanya. Karena, air mampu menghilangkan zat najis dan juga bekasnya. Berbeda dengan batu, benda kertas, dan yang seumpamanya.
Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, bahwa ketika ayat ke-108 surah at-Taubah turun, yaitu,

at-Taubah: 108




"... di dalamnya ada orang-orang yang inign membersihkan diri..." (at-taubah: 108 )
Rasulullah saw. bersabda, 
455 Riwayat Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaqi dan sanadnya hasan. Hadits ini didukung oleh kata-kata Ibnu Abbas, “Ayat berikut ini diturunkan kepada penduduk, ‘Di dalamnya ada orang yang ingin membersihkan diri, dan Allah mengasihi orang yang menyucikan dirinya.

 
 
 
 
 
 
 
"Wahai kaum Anshar! Sesungguhnya Allah SWT telah memuji kalian berkaitan dengan masalah bersuci. Apakah (jenis-jenis) bersuci yang telah kamu lakukan?" Mereka menjawab, "Kami berwudhu untuk shalat, mandi karena jinabah, dan ber-istinja` dengan air." Rasul berkata, "Pahalanya adalah untuk kalian, maka hendaklah kalian mengamalkannya."455
 
Syarat ber-istinja` dengan batu ataupun kertas dan yang seumpamanya adalah sebagai berikut.456
  1. Hendaklah najis yang keluar itu belum kering. Jika ia sudah kering, maka wajib menggunakan air ketika membersihkannya.
  2. Jangan sampai najis itu berpindah tempat dari tempat keluarnya dan melekat pada tempat yang lain itu. Dan jangan sampai najis itu melewati tempat keluarnya. Jika ia melewati dan berada ditempat lain, maka untuk membersihkannya wajib menggunakan air. Ini merupakan kesepakatan ulama.
  3. Janganlah najis itu bercampur dengan benda lain yang basah, baik benda itu najis ataupun suci. Jika ia bercampur dengan benda lain yang kering, maka tidaklah mengapa.
  4. Hendaklah najis yang keluar itu melewati saluran yang biasa. Oleh sebab itu, penggunaan batu atau seumpamanya tidak cukup apabila najis yang keluar itu tidak melewati saluran biasa, seperti keluar melewati jalur bekam, ataupun melewati satu lubang yang terbuka di bawah usus meskipun saluran yang asal tersumbat secara kebetulan. Juga, tidak memadai ber-istinja` dengan kertas dan yang seumpamanya untuk menyucikan air kencing seorang khunsa musykil, meskipun yang keluar itu melewati salah satu dari dua kemaluannya. Karena, kemungkinan ia adalah kemaluan yang lebih. Begitu juga kertas tidak memadai untuk menyucikan air kencing yang keluar dari zakar yang tertutup kulup apabila air kencingnya telah mengenai kulit kulupnya.
Menurut pendapat ulama selain ulama madzhab Maliki, menggunakan kertas dan yang seumpamanya untuk mengusap darah haid ataupun nifas adalah mencukupi. Begitu juga-menurut pendapat yang azhar di kalangan ulama madzhab Syafi`i dan di kalangan ulama madzhab Hambali dan Hanafi-sudah cukup apabila seseorang menggunakan batu untuk mengusap apa saja yang keluarnya jarang seperti darah, wadi, dan juga madzi. Ataupun, untuk membersihkan najis yang sudah berceceran tidak seperti kebiasaan kebanyakan orang, tetapi tidak sampai melewati bagian pantatnya (yaitu pantat sebelah dalam yang terlindung ketika seseorang itu berdiri), dan juga tidak melewati bagian kepala zakarnya (yaitu bagian ujung dari tempat khitan atau kadar tempat tersebut apabila memang zakarnya terpotong).

Menurut pendapat ulama madzhab Maliki, seseorang tidak boleh ber-istijmar dengan menggunakan batu untuk membersihkan air mani, air madzi, dan darah haid, melainkan ia wajib menggunakan air untuk menghilangkan air mani, darah haid, dan darah nifas, dan juga darah istihadhah jika memang istihadhah tersebut tidak datang setiap hari, meskipun hanya sekali. Jika ia datang setiap hari, maka ia dimaafkan sama seperti lelaki atau perempuan yang senantiasa keluar air kencing. Jika keadaannya demikian, maka tidak wajib menghilangkannya.

Begitu juga menurut pendapat ulama madzhab Maliki, untuk menghilangkan air kencing perempuan, baik perawan ataupun janda, maka harus menggunakan air. Karena, ia sering melewati tempat keluarnya hingga ke bagian anggota yang biasanya digunakan untuk duduk.

















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Powered By Blogger