Perumpamaan
orang-orang yang menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui
(QS Al-Baqarah [2]:261)
Saat
ini negara Indonesia tercinta, sekali lagi, TERCINTA, memang belum bisa
memberikan kemakmuran yang layak bagi rakyatnya. Meskipun kaya raya
akan hasil alam, tetapi hampir semua hasil tersebut dinikmati oleh
sekelompok orang tertentu, dan sebagian lagi dinikmati oleh orang asing.
Bahkan di sebuah negara yang kaya raya akan minyak, tetapi rakyatnya
tidak mampu membeli minyak. Ironis memang.
Islam
sebenarnya sudah memberikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan, atau
paling tidak meringankan permasalahan orang yang kurang mampu. Solusi
tersebut adalah melalui, yang tentunya sudah kita kenal dengan baik,
yaitu zakat, infak dan sedekah. Allah swt menegaskan bahwa dalam harta
orang-orang kaya terdapat hak orang miskin. Bila ada orang kaya yang
tidak mengeluarkan zakatnya, maka sesungguhnya ia telah mencuri harga
orang miskin. Kalau kita cermati, sebenarnya zakat itu tidak besar kok
jumlahnya, hanya 2,5% yang relatif kecil jika dibandingkan dengan pajak
PPN yang sebesar 10 persen, atau bahkan pajak undian yang sampai 20%.
Jika
seorang kaya dengan segala ketulusan hati dapat memberikan bantuan
secara maksimal untuk orang miskin, maka dapat dipastikan bahwa upaya
mengentaskan kemiskinan akan berjalan baik dan jurang pemisah yang
menganga lebar antara si kaya dan si miskin akan tereliminir. Dengan
catatan, kalian yang miskin jangan jadi pemalas dan hanya mengharapkan
sedekah saja. OK?? Fair kan? Sejarah telah menunjukkan bahwa para
sahabat Nabi merupakan orang yang sangat antusias dalam derma.
Perlu
juga dicermati, bahwa harta yang kita peroleh secara halal, dari gaji
misalnya, harus disucikan dengan zakat 2,5%. Sebenarnya cara kita
memperoleh harta tersebut memang tidak murni seratus persen.
Kadang-kadang kita bertengkar dengan teman kantor karena urusan
pekerjaan, atau kita mengeluh karena pusing oleh pekerjaan. Nah, untuk
itulah maka ada nilai sebesar 2,5% yang harus kita ikhlaskan agar
hal-hal buruk yang terjadi ketika kita mendapatkan harta menjadi hilang.
Dengan demikian sisanya merupakan harta yang benar-benar barokah.
Hal
ini tidak berlaku bagi harta yang memang sejak awal sudah tidak halal.
Seorang koruptor yang melakukan korupsi sebesar 1 Milliar tidak dapat
dengan serta merta memberikan zakat sebesar 25 juta sehingga harta
korupsinya menjadi halal. Ini sangat tidak benar. Harta korupsi tetap
tidak berkah dan tidak dapat disucikan dengan 2,5%. Koruptor tersebut
harus mengembalikan seluruh harta korupsi, beserta kerugiannya dan harus
menanggung risiko hukum dan sosial akibat perbuatannya. barulah impas.
Jadi, kalau dipikir-pikir, kalau harta kita halal, maka kewajiban kita
hanya 2,5%. Tapi kalau harta kita tidak halal, maka kewajiban kita lebih
besar dari pada harta yang telah kita peroleh tadi. Nah… Anda milih
yang mana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar